LAPORAN LENGKAP
Nama : Andryani
Kelas/NIS : IIIC/114632
Kelompok : C1.2
Tanggal
Mulai : 9 Desember 2013
Tanggal
Selesai : 9 Desember 2013
Judul
Penetapan : Bilangan
Peroksida
Tujuan Penetapan : Untuk mengetahui bilangan peroksida yang terdapat dalam
minyak kelapa
Dasar Prinsip : Bilangan Peroksida
sebagai jumlah asam lemak teroksidasi ditentukan berdasarkan jumlah iodine (I2) yang terbentuk dalam reaksi peroksida dalam
minyak dengan ion iodine (I-) yang sebanding dengan kadar
peroksida sampel.
Reaksi :
Landasan Teori :
Tahukah anda apa itu angka
peroksida??
Angka peroksida atau bilangan
peroksida merupakan suatu metode yang biasa digunakan untuk menentukan
degradasi minyak atau untuk menentukan derajat kerusakan minyak.
Berapa standar mutu minyak
goreng yang baik bagi tubuh??
Di Indonesia standar mutu minyak
goreng ditentukan melalui SNI 01-3741-1995 yaitu sebagai berikut :
Bilangan peroksida adalah indeks
jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi Angka peroksida sangat
penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung
asam- asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen
yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan
untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri.
Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri.
Salah satu parameter penurunan mutu
minyak goreng adalah bilangan peroksida. Pengukuran angka peroksida pada
dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada
tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi
mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka
yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini.
Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih
kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat
kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain Oksidasi
lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan berlemak dibiarkan kontak
dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung pada tipe lemak
dan kondisi penyimpanan. Minyak curah terdistribusi tanpa kemasan, paparan
oksigen dan cahaya pada minyak curah lebih besar dibanding dengan minyak
kemasan. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan beberapa faktor
yang mempengaruhi oksidasi. Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan memacu
terjadinya oksidasi minyak. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan
kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah.
Peroksida terbentuk pada tahap
inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil dari senyawa oleofin
menghasikan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam proses
pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi
dengan oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen
dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru.
Peroksida dapat mempercepat proses
timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika
jumlah peroksida lebih dari 100 meq peroksid/kg minyak akan bersifat sangat
beracun dan mempunyai bau yang tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida
merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik.
Minyak atau lemak bersifat tidak larut dalam semua pelarut berair,
tetapi larut dalam pelarut organik seperti misalnya : petroleum eter, dietil
eter, alkohol panas, khloroform dan bensena. Dimana asam lemak rantai pendek
sampai panjang rantai atom karbon sebanyak delapan bersifat larut dalam air.
Makin panjang rantai sehingga akan terbentuk gugus karboksil yang tidak
bermuatan. Kemudian dilakukan ekstraksi menggunakan pelarut non-polar seperti
petroleum. Asam lemak jenuh sangat stabil terhadap oksidasi, akan tetapi asam
lemak tidak jenuh sangat mudah terserang oksidasi. Dimana lemak tidak dapat
meleleh pada satu titik suhu, akan tetapi lemak akan menjadi lunak pada suatu
interval suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lemak merupakan
campuran gliserida dan masing-masing gliserida mempunyai titik cair
sendiri-sendiri (Tranggono & Setiaji, 1989).
Lemak dan minyak
hampir terdapat dalam semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda.
Tetapi lemak dan minyak seringkali ditambahkan dengan sengaja ke bahan makanan
dengan berbagai tujuan. Dalam pengolahan bahan pangan, minyak dan lemak
berfungsi sebagai media penghantar panas, seperti minyak goreng, shortening
(mentega putih), lemak (gajih), mentega dan margarin. Di samping itu penambahan
lemak dimaksudkan untuk menambah kalori serta memperbaiki tekstur dan cita rasa
bahan pangan. Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol
sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lenih banyak mengandung asam
lemak tidak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair (Winarno, 1997).
Mentega menurut
Winarno (1997), lemak dari susu terdiri dari trigliserida-trigliserida butirat,
dimana asam lemak butirat dan kapoat dalam keadaan bebas akan menimbulkan bau
dan rasa tidak enak. Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa
tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi
radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan
pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor yang dapat
mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida,
logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn. Bau tengik yang tidak sedap
disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida.
Kemudian dengan adanya radikal bebas ini dengan 02 membentuk
peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak
stabil dan mudah pecah menjadai senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek
oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim.
Titik asap (smoke
point) adalah temperatur dimana sampel mulai berasap ketika berada di bawah
kondisi spesifik. Cup di isi dengan minyak atau lemak yang mendidih dan
dipanaskan di kontainer yang menyala. Titik asap (smoke point) pada
temperatur yang rendah, diteruskan secara tajam oleh bluish smoke dan
menjadi menurun. Tes ini memberikan reflek material organik yang volatil pada
minyak dan lemak, terutama asam amino bebas dan sisa ekstraksi pelarut. Minyak
penggorengan dan minyak olahan harus memiliki titik asap sekitar 2000C
dan 3000C (Nielsen, 1998). Bila suatu lemak dipanaskan, pada suhu
tertentuk timbul asap tipis kebiruan. Titik ini disebut titik asap (smoke
point). Bila pemanasan diteruskan akan tercapai flash point,
yaitu minyak mulai terbakar (terlihat nyala). Jika minyak sudah terbakar secara
tetap disebut fire point. Suhu terjadinya smoke point ini
bervariasi dan dipengaruhi oleh jumlah asam lemak bebas. Jika asam lemak bebas
banyak, ketiga suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila berat molekul rendah, ketiga suhu itu lebih rendah
(Winarno, 1997)
Karena tiap jenis
lemak berbeda smoke point-nya, lemak yang digunakan untuk
menggoreng sebaiknya dipilih lemak yang tahan untuk membentuk asap pada
temperatur yang digunakan untuk menggoreng. Lemak yang mengandung tambahan
mono- dan di-gliserida cocok digunakan untuk membuat cake dan
kurang sesuai jika digunakan untuk menggoreng karena pada lemak tersebut
ditambahkan emulsifier pada titik asapnya. Faktor lain, selama penggorengan
juga menghasilkan suatu perubahan pada titik asap. Perkembangan dari asam lemak
bebas pada beberapa hidrolisis dari lemak selama penggorengan menyebabkan
menururnnya titik asap (Bennion & Hughes, 1975).
Molekul-molekul
lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan
menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan pembentukkan
senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Menurut teori yang sampai kini
masih dianut orang sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon
yang letaknya disebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat
disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas.
Kemudian radikal ini dengan oksigen membentuk peroksida aktif yang dapat
membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah
menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi
tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa dengan rantai C lebih
pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehid-aldehid, dan keton yang bersifat
volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak (Winarno, 1997)
Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih dan
penambah kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya,
yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan
dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserol akan membentuk
aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik asap makin baik
mutu minyak goreng tersebut. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari
kadar gliserol bebas. Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya
akan turun, karena telah terjadi hidrolisis lemak (Winarno, 1997).
Reaksi oksidasi
bergantung pada banyak frekuensi reaksi dari lemak dalam bahan makanan. Ini
biasanya terdiri oleh atmosfer oksigen, frekuensi yang sedikit oleh ozon,
peroksida, logam dan agen oksidasi yang lain. Dalam penambahan untuk oksigen
dan ozon, lemak dapat dirusak oleh pembentukan reaksi lain, seperti anion
superoksida (O2) dan radikal (O2), radikal perhidrosilik
(HO2), hidrogen peroksida dan hidrosil radikal (HO). Asam peroksida
diproduksi oleh autoxidasi dari aldehid, dan mungkin reaksi dengan molekul lain
dari produk aldehid asam karboksilat. Oksidasi langsung dari lemak oleh reaksi
dengan ion logam sangat lambat dibawah kondisi normal tetapi mungkin menjadi
penting seperti inisiator dari rantai radikal bebas autoxidasi karena ion Fe3+ atau
Ca2- dapat di produksi raddikal bebas oleh reakssi dengan asam
lemak tidak jenuh, dimana tahap oksidasi dari ion metal ditingkatkan dengan :
R – H + Cu2+ R + Cu + H
Ion mengandung logam yang diubah tahap oksidasinya oleh dua elektron (Pb4+,
MnO42-, CrO42-) bereaksi
dengan rantai ganda dari lemak tidak jenuh untuk membentuk asam hidroksi tetapi
beberapa reaksi tidak disukai didalam produk makanan (Nielsen, 1998).
Bilangan
peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada lemak
dan minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan
rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida dapat ditentukan dengan
metode iodometri. Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan
peroksida, berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam
dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan apda reaksi ini kemudian dititrasi
dengan natrium tiosilfat. Penentuan peroksida ini kurang baik dengan cara
iodometri biasa meskipun bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini
disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Di samping itu
dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan
oksigen dari udara (Ketoren, 1986).
Jenis minyak yang
mudah teroksidasi adalah jenis minyak yang tidak jenuh. Semakin tidak jenuh
asam lemaknya akan semakin cepat teroksidasi. Selain itu, faktor – faktor
seperti suhu, adanya logam berat dan cahaya, tekanan udara, enzim dan adanya
senyawa peroksida juga semakin mempercepat berlangsungnya oksidasi dan dengan
demikian akan semakin cepat terjadi ketengikan. Berlangsungnya proses oksidasi
tersebut dapat diamati dengan beberapa cara, salah satunya dengan mengamati
jumlah senyawaan hasil penguraian senyawaan peroksida (asam – asam, alkohol,
ester, aldehid, keton, dan sebagainya). Uji peroksida ini pada dasarnya
mengukur kadar senyawaan peroksida yang terbentuk selama proses oksidasi. Cara
ini biasa diterapkan untuk menilai mutu minyak tetapi cara ini sangat sulit
diterapkan untuk jenis makanan yang berkadar lemak rendah (Syarief &
Hariyadi, 1991).
Pada proses
oksidasi ini akan dihasilkan sejumlah aldehid, asam bebas dan peroksida
organik. Untuk mengetahui tingkat ketengikan dari minyak atau lemak, dapat
dilakukan dengan menggunakan jumlah peroksida yang telah terbentuk pada minyak
atau lemak tersebut. Lemak tidak jenuh khususnya oleat ternyata lebih cepat
tengik dibandingkan lemak jenuh. Lemak yang tengik menimbulkan rasa tidak enak,
bahkan pada beberapa individu dapat menimbulkan keracunan ringan, dan dapat
merusak zat-zat lain yang ada dalam makanan seperti karoten, vitamin A dan vitamin
E. Kerusakan minyak dan lemak selain disebabkan oleh proses oksidasi dapat juga
disebabkan oleh proses hidrolisa. Pada proses hidrolisa dihasilkan gliserida
dari asam-asam lemak berantai pendek (C4-C12) sehingga
akan terjadi perubahan rasa dan bau menjadi tengik (Winarno, 1997).
Menurut
Buckle et al. (1997) ada dua tipe kerusakan yang utama pada minyak
dan lemak, yaitu :
· Ketengikan
Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau yang mudah menguap
terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak tak
jenuh. Komponen-komponen
ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang tak diinginkan dalam lemak dan minyak
produk-produk yang mengandung lemak dan minyak itu.
· Hidrolisa
Hidrolisa minyak
dan lemak menghasilkan asam-asam lemak bebas yang dapat mempengaruhi cita-rasa
dan bau daripada bahan itu. Hidrolisa dapat disebabkan oleh adanya air dalam
lemak atau minyak atau karena kegiatan enzim.
Hidrogenasi terjadi karena enzim lipase menghidrolisis lemak, memecahnya
menjadi gliserol dan asam lemak. Lipase dapat terkandung secara alami pada
lemak dan minyak, tetapi enzim itu dapat diaktivasi dengan pemanasan.
Hidrogenasi minyak tumbuhan dilakukan untuk meningkatkan titik lebur dan untuk
memperlambat oksidasi serta kerusakan rasa selama hidrogenasi. Beberapa asam
lemak mengubah susunan alami bentuk cis menjadi trans,
ketika minyak kelapa dihidrogenasi. Sehingga jumlah isomer trans asam
lemak yang dibentuk, relatif sedikit daripada minyak tumbuhan lainnya. Lemak
yang telah terhidrogenasi, titik asapnya akan meningkat karena lebih stabil
terhadap pemanasan. Contoh produk hasil hidrogenasi lemak tumbuhan adalah
margarin (deMan, 1997).
Menurut Soedarmo et al (1988), kerusakan karena proses
hidrolisa terutama banyak terjadi pada minyak atau lemak yang mengandung asam
lemak jenuh dalam jumlah cukup banyak seperti pada minyak kelapa yang
mengandung asam laurat, sedangkan bau yang tengik ditimbulkan oleh asam lemak
bebas yang terbentuk selama proses hidrolisa. Proses hidrolisa
pada minyak atau lemak umumnya disebabkan oleh aktifitas enzim dan mikroba.
Proses hidrolisa dapat dipercepat dengan kondisi kelembaban yang tinggi, kadar
air tinggi serta temperatur tinggi. Proses hidrolisa pada minyak dan lemak akan
menghasilkan ketengikan hidrolitik, dimana terjadi pembebasan asam-asam lemak
yang mempengaruhi rasa dari minyak tersebut. Enzim yang dapat menimbulkan
ketengikan hidrolitik adalah enzim lipase. Ketengikan pada minyak dan lemak
nabati terjadi karena berkurangnya kandungan vitamin E (tocopherol) yang dapat
berfungsi sebagai anti oksidan.
Angka peroksida
merupakan cara pengujian yang paling sering digunakan untuk uji oksidasi lemak
atau minyak. Metode iodometri yang paling banyak digunakan untuk menentukan
angka peroksida umumnya ditentukan dengan pengukuran banyaknya iod bebas dari
larutan kalium iodida jenuh pada suhu ruang dari lemak atau minyak yang
dipisahkan dalam pencampuran asam asetat dan kloroform. Iod bebas ditritasi
dengna natrium thiosulfat standar. Angka peroksida sebagai indikator produk
dasar oksidasi. Angka ini menyatakan milimol oksigen peroksida per kilogram
lemak (Pomeranz & Meloan, 1987). Peroksida merupakan produk utama
otooksidasi yang dapat diukur dengan teknik berdasarkan pada kemampuannya untuk
melepaskan iodin dari kalium iodida atau untuk mengoksidasi ion fero menjadi
feri. Kandungannya biasanya diistilahkan dengan miliekuivalen oksigen per kg
lemak, yaitu sejumlah oksigen yang diserap atau peroksida yang dibentuk untuk
menghasilkan ketengikan dari berbagi macam komposisi minyak (Fennema, 1985).
Lemak netral
murni tidak berbau, tidak ada rasa, dan umumnya tidak berwarna. Warna dari
lemak dan minyak alami adalah karena adanya pigmen-pigmen yang bercampur atau
larut dalam lemak. Lemak tidak larut dalam semua pelarut berair tetapi langsung
larut dalam benzena, eter, kloroform, alkohol panas, dan pelarut organik
lainnya. Asam lemak rantai pendek dapat larut dalam air dan semakin panjang
rantai asam-asam lemaknya semakin berkurang daya kelarutannya dalam air. Bila
lemak dibiarkan dalam waktu yang lama kontak langsung dengan udara dan lembab,
khususnya ada cahaya dan panas, akan terjadi perubahan menjadi tengik.
Perubahan ini terjadi karena proses oksidasi dan proses ini akan dipercepat
dengan adanya logam-logam yang bersifat katalisator seperti Zn, Cu (Soedarno
& Girindra, 1988).
Kerusakan lemak
pada daging ikan dapat terjadi karena oksidasi, baik secara oto-oksidasi
(enzimatis) maupun secara non enzimatik. Pemeriksaan kerusakan lemak dapat
dikerjakan dengan memeriksa kandungan peroksidanya atau jumlah monaldehida yang
bisanya dinyatakan sebagai angka TBA (thiobarbituric acid) (Hadiwiyoto, 1993).
Selama penggorengan dengan suhu tinggi, minyak mengalami hidrolisis menjadi
asam lemak bebas dan gliserol dan selanjutnya gliserol akan terdehidrasi menjadi
senyawa akrolein (Bennion & Hughes, 1975). Lemak yang telah terhidrogenasi, titik asapnya akan meningkat karena
lebih stabil terhadap pemanasan. Contoh produk hasil hidrogenasi lemak tumbuhan
adalah margarin (deMan, 1997).
Lemak yang mengalami ketengikan akan mengandung senyawa aldehid dan
kebanyakan berbentuk malonaldehid. Banyaknya malonaldehid dapat ditentukan
melalui proses destilasi. Malonaldehid yang terbentuk kemudian direaksikan
dengan Thiobarbiturat, sehingga terbentuk senyawa komplek yang berwarna merah.
Intensitas warna merah sebanding dengan jumlah malonaldehid dalam suspensi.
Pengukuran intensitas warna merah ini dapat dilakukan dengan menghitung
abosbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm.
Semakin besar angka TBA maka semakin tengik larutan yang diuji
(Sudarmadji et al., 1989).
Penambahan antifoam bertujuan untuk mencegah terjadinya pembentukan buih.
Pemanasan pada suhu tinggi akan mempercepat proses autooksidasi sehingga akan
terbentuk polimer. Pembentukan polimer tersebut akan mengakibatkan kekentalan
minyak menjadi naik yang nantinya dapat meningkatkan pembentukan buih pada
minyak (deMan, 1999).
Alat & Bahan :
Alat :
-
Neraca digital
-
Erlenmeyer Asah
-
Buret
Bahan :
-
Minyak
-
CH3COOH 96%-100%
-
C2H5OH 96%
-
CHCl3 (chloroform)
-
KI
-
Aquadest ( panas)
-
Tio 0,02N
-
Kanji
Cara Kerja :
Ditimbang
secara teliti 5 gram contoh ke dalam erlenmeyer asah 250 ml
Ditimbang KI 1
gram
Ditambahkan 25 ml
larutan bilangan peroksida ( campuran CH3COOH : CH5OH : CHCl3 = 100 : 125
: 275 )
Dihomogenkan dan
didamkan di tempat gelap +/- 30 menit
Ditambahkan 50 ml
air bebas oksigen
Dititar dengan
tio 0,02 N ( indikator amilum )
Dibandingkan
terhadap larutan blanko.
Pengamatan
:
Bobot minyak
kelapa : 10,0036 gr
Volume
contoh : 14.9
ml
Volume blanko
: 0 ml
Warna larutan
sebelum ditambahkan kanji : coklat
warna larutan
blanko dan contoh setelahdi tambahkan kanji : hitam
Warna larutan
contoh dan blanko setelah titik akhir : bening
Perhitungan :
(a - b)ml x N tio x 8
Bilangan peroksida = x 100%
gram contoh
(14.9 - 0) ml x 0.02 x8
= x 100%
10.0036
= 0.2383 mmol eq / g
Kesimpulan
:
Dari
hasil pengamatan dan perhitungan di atas maka dapat di simpulkan bahwa
bilangan teroksida dalam sampel minyak kelapa sebesar 0,2383 mmol eq /
gr
Daftar Pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar